BERIKABARNEWS l – James Cameron kembali membawa penonton ke dunia Pandora melalui film ketiga saga Avatar berjudul Avatar: Fire and Ash. Film berdurasi lebih dari tiga jam ini melanjutkan ambisi Cameron dalam membangun semesta fiksi ilmiah yang telah ia kembangkan selama lebih dari dua dekade.
Teknologi 3D dan performance capture kembali menjadi kekuatan utama film ini. Visual yang megah dan detail lingkungan Pandora tampil semakin realistis. Meski demikian, di balik pencapaian teknis tersebut, kekuatan cerita kembali menjadi sorotan utama.
Melanjutkan kisah dari The Way of Water, Avatar: Fire and Ash menghadirkan konflik baru melalui kemunculan klan Na’vi yang lebih gelap dan agresif, Mangkwan atau Ash People. Jake Sully dan Neytiri harus menghadapi ancaman dari klan ini yang dipimpin Varang, pemimpin penuh amarah yang memilih bersekutu dengan manusia penjajah serta Kolonel Miles Quaritch.
Kehadiran Varang memberi dinamika baru dalam konflik Pandora. Ancaman yang ia bawa terasa lebih nyata dan berbahaya, sekaligus memperlihatkan sisi kelam dunia Na’vi yang sebelumnya digambarkan lebih harmonis.
Secara visual, Avatar: Fire and Ash tetap berada di jajaran teratas industri film global. James Cameron kembali menekankan imersi sebagai inti dari pengalaman menonton Avatar, dengan performance capture yang menampilkan akting manusia di balik karakter digital. Namun, sejumlah kritik muncul terkait pengembangan cerita dan emosi antarkarakter.
Sebagian penonton menilai drama dalam film ini terasa kurang mendalam. Durasi yang panjang juga dianggap melelahkan ketika narasi berjalan lambat di balik panorama visual yang mendominasi layar. Penggunaan high frame rate pada beberapa adegan bahkan menciptakan kesan asing pada gerakan karakter.
Baca Juga : Cuplikan Diduga Avengers: Doomsday Viral, Thor Tunjukkan Emosi Terdalamnya
Evolusi Karakter: Spider dan Quaritch
Di tengah kritik tersebut, perkembangan karakter Spider dan Quaritch menjadi salah satu aspek paling menarik. Spider menemukan fakta bahwa dirinya mampu bernapas di atmosfer Pandora, menjadikannya perhatian baru bagi militer manusia.
Sementara itu, Quaritch tampil sebagai karakter paling kompleks, dengan konflik identitas sebagai Na’vi yang mulai ia terima, meski masih terikat pada kepentingan manusia.
Secara keseluruhan, Avatar: Fire and Ash menegaskan keyakinan kuat James Cameron terhadap visinya. Film ini berhasil menghadirkan konflik baru yang segar, namun kekuatan cerita tetap menjadi elemen yang paling banyak diperdebatkan di balik kemegahan visual Pandora. *
Sumber :
AP