BERIKABARNEWS l PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dalam hal ini Gubernur Kalbar Ria Norsan dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar), bersama dengan jajaran Bupati/Wali Kota dan Kepala Kejaksaan Negeri se-Kalbar, secara resmi menandatangani Nota Kesepakatan Bersama (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama, bertempat di Aula Kantor Kejati Kalbar, pada Kamis (4/12).
Penandatanganan ini merupakan manifestasi komitmen bersama untuk membangun sistem pemidanaan yang modern, humanis, dan berorientasi pada pemulihan.
Dalam sambutannya, Gubernur Ria Norsan menyampaikan harapan besar atas kehadiran perwakilan Jampidum, yang dinilai dapat membantu Pemerintah Daerah (Pemda) memahami implementasi paradigma baru hukum pidana sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
”Harapan kita adalah kehadiran beliau pada hari ini membantu kita untuk memahami bagaimana implementasi paradigma baru hukum pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional,” Kata Gubernur Ria Norsan.
Dengan berlakunya KUHP Nasional yang baru, terjadi pergeseran mendasar dalam paradigma pemidanaan, yaitu keadilan Korektif bagi pelaku, keadilan Restoratif bagi korban, keadilan rehabilitatif bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pergeseran ini menggarisbawahi komitmen untuk membangun sistem pemidanaan yang humanis dan berorientasi pada pemulihan.
Gubernur menegaskan bahwa MoU ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan manifestasi komitmen kuat antara lembaga eksekutif Pemda dan Kejaksaan untuk berkolaborasi.
”Saya menegaskan, dokumen ini tidak berhenti pada tanda tangan,” tegas Gubernur. “Semua ini harus hidup dalam praktik melalui standar operasional yang jelas, pengawasan yang kuat, kegiatan sosial yang bermanfaat, dan pendekatan pembinaan yang memulihkan,” ujarnya.
Dirinya berharap, dengan MoU ini dapat menjadikan Kalimantan Barat sebagai model nasional dalam implementasi pidana kerja sosial yang bermartabat dan berorientasi pada kepentingan publik.
“Sinergi antara Pemda dan Kejaksaan ini bertujuan untuk memperkuat hukum yang tegas namun tetap menghadirkan pemulihan yang bermakna dan humanis,” tandasnya.
Gubernur juga menyampaikan apresiasi kepada Kejati Kalbar atas langkah progresif ini serta kepada seluruh jajaran Bupati/Wali Kota dan Kepala Kejaksaan Negeri yang menyambut kerjasama ini dengan semangat yang sama.
Baca Juga : Realisasikan Jalan Tol Supadio-Kijing, Gubernur Ria Norsan Undang Investor
Sementara itu, dalam laporannya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kajati Kalbar) Dr. Emilwan Ridwan, menyebutkan bahwa kerja sama ini secara khusus berfokus pada penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana, sejalan dengan semangat pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru.
“Ini sebenarnya kesempatan yang baik, Momentum MoU ini saya bisa didekatkan terutama dengan para Wali Kota dan Bupati,” ujar Kajati Emilwan Ridwan.
Kajati Kalbar menjelaskan bahwa penerapan pidana kerja sosial ini merupakan hal baru dan sejalan dengan KUHP Nasional yang akan berlaku mulai Januari 2026. Ia menyebut, jika KUHP sebelumnya cenderung keras dan berfokus pada pembalasan, KUHP yang baru ini mengusung konsep yang lebih humanis.
“Kalau konsepnya itu lebih kepada pembalasan terhadap pelaku, kalau ini lebih humanis katanya jadi lebih mengedepankan pelaku dan korban,” jelasnya.
Dia menambahkan, dari pidana kerja sosial adalah bahwa pelaku yang divonis tidak harus menjalani hukuman di dalam penjara (lapas), melainkan dipekerjakan atau dititipkan di Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten, Kota, atau Provinsi.
Kajati Kalbar menawarkan konsep kerja sama di mana pihak Kejaksaan akan menitipkan warga binaan kepada Pemda. Pihak Pemda akan membantu membina warga tersebut, dan sebaliknya, warga binaan akan membantu tugas-tugas di Pemda.
“Kami punya orang, kami mau nitip. Pak Gubernur, Bupati, Wali Kota, saya mau nitip ini, ada orang kami, binaan kami, saya mau titip ke pemerintah,” katanya, seraya menekankan bahwa proses pidana telah diselesaikan, dan putusannya adalah pidana kerja sosial, bukan pemenjaraan.
Hal senada juga diungkapkan Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Bapak Dr. Hari Wibowo, yang mewakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum bahwa Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) sebagai wujud komitmen bersama untuk menyambut dan mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) Nasional.
Baca Juga : Gubernur Ria Norsan Apresiasi Kabupaten Mempawah Dalam Penyerapan Tenaga Kerja
Penandatanganan MoU dan PKS ini bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan manifestasi komitmen kuat antara eksekutif pemerintah daerah dan Kejaksaan untuk membangun sistem pemidanaan yang modern, humanis, berorientasi pada pemulihan.
Hari Wibowo menjelaskan bahwa Pemda dan Kejaksaan Kalbar harus memahami implementasi paradigma baru hukum pidana sesuai dengan KUHAP Nasional.
“Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHAP Nasional, paradigma pemidanaan mengalami pergeseran signifikan, menekankan pada keadilan korektif bagi pelaku tindak pidana, keadilan Restoratif bagi korban dan keadilan rehabilitatif bagi masyarakat secara keseluruhan,” pungkasnya.
Perwakilan Jampidum berharap sinergi antara Pemda dan lembaga Kejaksaan di Kalbar ini dapat menjadikan provinsi tersebut sebagai model nasional dalam implementasi pidana kerja sosial.
Acara penandatanganan ini dihadiri oleh Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Bapak Dr. Hari Wibowo, yang mewakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Turut hadir Kepala Daerah Kabupaten/Kota Se Kalbar, serta Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Barat, serta seluruh jajaran Kepala Kejaksaan Negeri se-Kalbar. (ndo)
