BERIKABARNEWS l – CEO Tesla sekaligus orang terkaya di dunia, Elon Musk, kembali menjadi sorotan setelah menyebut dua firma penasihat investasi besar sebagai “teroris korporat.” Ucapan kontroversial itu dilontarkan Musk saat earnings call Tesla pada Rabu (waktu setempat), ketika ia membela rencana kompensasi fantastis senilai $1 triliun atau sekitar Rp16.000 triliun.
Musk menuding dua lembaga penasihat investasi, Institutional Shareholder Services (ISS) dan Glass Lewis, berupaya menghambat kemajuan Tesla dengan menentang proposal kenaikan gajinya.
Kedua firma tersebut sebelumnya merekomendasikan pemegang saham untuk menolak rencana kompensasi dan peningkatan kendali Musk di perusahaan mobil listrik terbesar dunia itu.
“Saya hanya berpikir perlu ada kendali yang cukup untuk memberi pengaruh besar, tapi tidak sampai membuat saya tak bisa dipecat kalau saya gila,” ujar Musk dalam pernyataannya.
Pemegang Saham Tesla Akan Voting Proposal Gaji Baru Elon Musk
Dalam waktu dekat, para investor Tesla akan melakukan voting penting untuk menentukan nasib paket gaji dan peningkatan kendali Elon Musk di perusahaan. Jika disetujui, kepemilikan saham Musk akan meningkat dari 13% menjadi hampir 29%.
Rencana tersebut juga mencakup target ambisius yang menjadi syarat pencairan kompensasi saham, di antaranya:
- Penjualan 12 juta kendaraan listrik (EV),
- Produksi 1 juta robot humanoid, dan
- Peluncuran 1 juta robotaxi otonom di bawah kepemimpinannya.
Berbeda dari gaji eksekutif pada umumnya, kompensasi Musk tidak berupa gaji tunai atau bonus tahunan, melainkan saham Tesla yang diberikan secara bertahap setelah target bisnis tercapai.
Strategi ini dinilai sebagai upaya untuk memastikan fokus dan komitmen Musk tetap tertuju pada Tesla, meskipun ia juga aktif di perusahaan lain seperti SpaceX, Neuralink, dan X (Twitter).
Baca Juga : Chongqing Jadi Pusat Integrasi AI dan Manufaktur Tiongkok
Rekor Penjualan Tesla Tak Hapus Kekhawatiran Investor
Kontroversi terkait gaji Musk muncul bersamaan dengan laporan rekor penjualan Tesla pada kuartal terakhir. Lonjakan tersebut sebagian besar didorong oleh pembelian kendaraan listrik sebelum berakhirnya subsidi pemerintah AS.
Namun, di tengah pencapaian itu, harga saham Tesla justru turun 4%, setelah perusahaan kembali gagal mencapai target laba untuk kuartal keempat berturut-turut.
Biaya tinggi dari riset AI, robotika, dan teknologi otonom, serta berkurangnya dukungan fiskal pemerintah, disebut menjadi faktor utama penurunan margin keuntungan.
Meski menghadapi tekanan, fokus Tesla pada kecerdasan buatan (AI) dan teknologi self-driving tetap menarik minat investor global. Sejak awal tahun 2025, saham Tesla naik 9%, meski sempat jatuh tajam pada Maret lalu. *
News.sky.com
