BERIKABARNEWS l JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menginstruksikan seluruh kepala daerah beserta jajarannya untuk menunda kegiatan seremonial yang dinilai hanya menghabiskan anggaran tanpa memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
“Menunda semua kegiatan seremonial yang terkesan pemborosan, apalagi seperti kelihatan pesta-pesta, musik. Maksud saya kegiatan dinas ya, kegiatan seremonial dinas,” tegas Tito usai menghadiri Rapat Pengendalian Inflasi di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Peka dengan Kondisi Publik
Menurut Tito, para pejabat harus lebih peka terhadap kondisi masyarakat. Ia menilai, menggelar acara seremonial yang menyerupai pesta justru berpotensi melukai perasaan publik, terutama ketika pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sedang fokus pada efisiensi anggaran.
“Jangan sampai nanti dipotong, diviralkan, ini masyarakat lagi prihatin, terus ada yang berpesta terkait kegiatan dinas,” ujarnya.
Baca Juga : Presiden Prabowo Siapkan Bantuan untuk Korban Ricuh Unjuk Rasa
Larangan Flexing Kemewahan
Selain acara seremonial, Tito juga menegaskan agar pejabat daerah dan keluarganya tidak melakukan flexing atau pamer kemewahan. Bahkan, acara pribadi sekalipun diimbau digelar dengan sederhana.
“Flexing kemewahan untuk pejabat maupun keluarga, tolong dijaga betul, termasuk acara pribadi saat ini maupun ke depan, laksanakan secara sederhana,” kata Tito.
Tunda Perjalanan ke Luar Negeri
Sebelumnya, Mendagri juga sudah meminta kepala daerah untuk menunda perjalanan ke luar negeri dan menghindari pesta mewah atau hiburan besar. Instruksi ini dikeluarkan demi menciptakan suasana kondusif di tengah meningkatnya aksi demonstrasi dalam sepekan terakhir.
“Ini diperlukan untuk meredam keresahan publik serta menjaga stabilitas sosial di daerah,” kata Tito dalam keterangan resminya, Senin (1/9/2025).
Hati-Hati Saat Bicara di Publik
Mendagri juga mengingatkan para pejabat daerah agar berhati-hati saat menyampaikan pernyataan di ruang publik. Menurutnya, pejabat sebaiknya hanya berbicara sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa memicu gejolak baru.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menilai kebijakan ini tepat untuk menjaga kondusivitas nasional. Menurutnya, langkah Mendagri menunjukkan empati pemerintah terhadap kondisi masyarakat.
“Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah hadir dengan sikap empati, tidak hanya menjalankan protokol, tapi juga memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan kepala daerah mampu menahan diri, menjaga kepercayaan publik, serta memastikan penggunaan anggaran negara lebih bermanfaat bagi masyarakat. *
Sumber : Infopublik.id