BERIKABARNEWS | BANGKOK – Situasi keamanan di perbatasan Thailand Kamboja kembali memburuk setelah kedua negara saling menuduh melakukan pelanggaran gencatan senjata. Meski perjanjian damai telah diberlakukan sejak Selasa (29/7), kondisi di wilayah perbatasan tetap rapuh dan berpotensi memicu bentrokan baru, menurut laporan AFP.
Kesepakatan gencatan senjata ini dicapai setelah lima hari bentrokan bersenjata yang menewaskan sedikitnya 43 orang dan menyebabkan lebih dari 300.000 warga sipil mengungsi dari wilayah perbatasan Thailand Kamboja.
Namun, ketegangan meningkat lagi pada Jumat (1/8), ketika Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan bahwa pasukannya di Provinsi Sisaket mendapat serangan dari arah Kamboja menggunakan senjata ringan dan granat.
“Ini merupakan pelanggaran berat terhadap perjanjian gencatan senjata,” tegas pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Thailand, dikutip dari AFP.
Juru bicara pemerintah Thailand, Jirayu Huangsab, mengonfirmasi adanya bentrokan semalam. Namun, ia memastikan situasi sudah terkendali dan kondisi perbatasan relatif stabil sejak pukul 08.00 pagi waktu setempat.
BACA JUGA: https://berikabarnews.com/banjir-bandang-terjang-vietnam-utara-5-tewas-dan-puluhan-warga-dievakuasi/
Kamboja Balik Tuduh Thailand Langgar Gencatan Senjata
Pemerintah Kamboja tidak tinggal diam. Seorang pejabat dari Kementerian Pertahanan Kamboja menuding bahwa justru pasukan Thailand yang dua kali melanggar gencatan senjata yang baru disepakati.
Kesepakatan ini sejatinya ditujukan untuk meredam konflik jangka panjang di perbatasan Thailand Kamboja yang telah menimbulkan banyak korban dari pihak militer maupun warga sipil.
Di lapangan, ketakutan masih dirasakan para pengungsi. Seorang relawan di wilayah Surin, Thailand, Thanin Kittiworranun, menyampaikan kepada AFP bahwa warga belum yakin gencatan senjata akan benar-benar bertahan.
“Kami tidak yakin Kamboja akan mempertahankan gencatan senjata,” kata Thanin.
Namun dari sisi Kamboja, jurnalis AFP melaporkan tidak ada suara tembakan atau ledakan yang terdengar sejak awal gencatan senjata hingga Jumat pagi, menunjukkan ketenangan sementara di kawasan tersebut.
Tiongkok Dorong Dialog, Beijing Turut Fasilitasi Perdamaian
Sebagai respons atas memanasnya konflik Thailand Kamboja 2025, Tiongkok turut ambil bagian dalam upaya diplomatik. Wakil Menteri Luar Negeri Sun Weidong menggelar pertemuan trilateral di Shanghai bersama perwakilan kedua negara untuk menegaskan kembali komitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata yang difasilitasi oleh Beijing.
Meskipun pertempuran terbuka sudah mulai mereda, laporan AFP menyebutkan bahwa perbatasan Thailand Kamboja masih dalam kondisi genting. Juru bicara Pusat Krisis Perbatasan Bangkok, Maratee Nalita Andamo, memperingatkan bahwa awal masa gencatan senjata merupakan periode paling rawan pelanggaran.
“Situasinya masih rapuh,” ujarnya kepada media.
Korban Jiwa dan Akar Konflik Thailand Kamboja
Konflik terbaru ini telah menewaskan sedikitnya 43 orang. Dari pihak Thailand, tercatat 15 tentara dan 15 warga sipil meninggal dunia, sedangkan dari pihak Kamboja terdapat 8 warga sipil dan 5 personel militer yang menjadi korban.
Jumlah ini bahkan melebihi total korban tewas dalam rangkaian bentrokan sporadis antara tahun 2008 hingga 2011. Akar konflik masih berpusat pada sengketa wilayah sekitar kuil perbatasan, yang berasal dari peta kolonial Prancis tahun 1907 yang diperdebatkan kedua negara hingga kini.
Peran Amerika Serikat dalam Proses Damai
Gencatan senjata yang berlaku saat ini berhasil dicapai melalui campur tangan Presiden AS, Donald Trump. Langkah diplomatik tersebut dinilai strategis, mengingat kedua negara tengah berupaya memperkuat kerja sama ekonomi dengan Amerika Serikat demi menghindari sanksi tarif tambahan.
Meski telah ada kesepakatan damai, konflik Thailand Kamboja 2025 menunjukkan bahwa tanpa penyelesaian akar masalah, perdamaian jangka panjang masih jauh dari jangkauan. *
Sumber : AFP