BERIKABARNEWS l WASHINGTON – Pemerintahan Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah Gedung Putih mengonfirmasi bahwa seorang Laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat memerintahkan serangan kedua yang menargetkan penyintas dari serangan awal terhadap kapal yang diduga mengangkut narkoba di Karibia. Insiden ini terjadi pada awal September dan merupakan bagian dari operasi militer AS terhadap jaringan yang dikategorikan sebagai “teroris narkotika”.
Perintah serangan kedua, dikenal sebagai “double-tap strike”, memicu tuduhan serius tentang pelanggaran hukum perang. Serangan tersebut diduga melanggar Manual Hukum Perang Pentagon, yang menyatakan secara tegas bahwa menembaki kapal karam atau korban yang bertahan di puing kapal adalah ilegal. Dua serangan awal telah menewaskan 11 orang, bagian dari kampanye yang sebelumnya menewaskan lebih dari 80 orang.
Gedung Putih menegaskan bahwa Laksamana Frank Bradley, Kepala Komando Operasi Khusus AS, bertindak di bawah otorisasi Menteri Pertahanan Pete Hegseth. Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa Bradley bertindak “sah dan tepat” untuk menghilangkan ancaman. Namun, di tengah tekanan publik, Hegseth menekankan bahwa keputusan berada di tangan Bradley dan menyebutnya sebagai “pahlawan Amerika”. Di internal militer, beberapa sumber anonim mempertanyakan pernyataan resmi tersebut dan menuntut kejelasan terkait tanggung jawab serangan.
Kontroversi ini memicu reaksi keras di Kongres AS. Roger Wicker, Ketua Komite Angkatan Bersenjata Senat (Partai Republik), menegaskan bahwa penyelidikan telah dibuka. Senator Chris Murphy menilai serangan tersebut ilegal dan tidak bermoral, sementara Mike Turner menyatakan legislator belum menerima pengarahan resmi dan mengaku prihatin.
Baca Juga : Bursa Asia Naik, Tokyo Pulih Meski BoJ Isyaratkan Kenaikan Suku Bunga
Senator Mark Kelly menekankan pentingnya penyelidikan, terutama jika korban selamat tetap berada di kapal yang rusak. Sebelumnya, Senator Demokrat Jacky Rosen dan Chris Van Hollen juga menyebut serangan 2 September berpotensi merupakan kejahatan perang.
Secara internasional, insiden ini menarik perhatian Venezuela. Presiden Nicolas Maduro menuduh AS menggunakan isu perdagangan narkoba sebagai dalih untuk menekan politik dan memaksakan perubahan rezim di Caracas. Tuduhan ini menyoroti dampak geopolitik dari operasi militer AS di Karibia, di tengah meningkatnya kekhawatiran hukum dan kemanusiaan.
Serangan “ketuk ganda” kini berada di bawah pengawasan Kongres AS dan memicu debat luas mengenai legalitas serta etika operasi militer, di saat pemerintahan AS bersikeras bahwa tindakan tersebut sah di bawah kewenangan militer yang berlaku. (ing)
Sumber :
AFP
